JAWABAN
1.
MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan
kurikulum, pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikanya serta kemungkinan tercapainya hasil yang optimal, tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang
digunakan. Model pengembangan kurikulum pada hakikatnya untuk memecahkan
permasalahan pendidikan, (Suwandi 2006: 12).
Model-model
pengembangan kurikulum antara lain :
Ada
beberapa model pengembangan kurikulum dalam buku pengembangan kurikulum
(Abdullah Idi 2010:153) dan Sukmadinata (2011 : 170).
1. Model Rapl Tyler
Pengembangan
kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan penekanan khusus pada
fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan kurikulum secara
komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima
sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah
pengembangan kurikulum:
Langkah
l:
Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar mengidentifikasikan
tujuan umum (tentative general objectives) dengan mengumpulkan data dari tiga
sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik, masyarakat (fimgsi yang diperlukan)
dan subject matter.
Langkah
2:
Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana merifinenya
dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan
psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran khusus dan
meyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat sebagai saringan
pertama untuk tujuan ini
Tyler
dalam (Suwandi 2006 :15) menyarankan
agar pendidik memberi perhatian kepada cara belajar yang dapat :
1. Mengembangkan
kemampuan berpikir
2. Menolong
dalam memperoleh informasi
3. Mengembangkan
sikap masyarakat
4. Mengembangkan
minat
Langkah
3:
Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian tujuan. Penentuan
pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang telah
dimililiki oleh peserta didik.
Langkah
4:
Mengorganisasikan pengalaman kedalam unit-unit dan menggambarkan berbagai
prosedur evaluasi
Langkah
5:Mengarahkan
dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengkaitkannya dengan
evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.
Langkah
6:
Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen penting dalam
pengembangan kurikulum.
2.
Model
Hilda Taba
Langkah-langkah
pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan perekayasaan kurikulum
terdiri atas 5 langkah berurutan ( Jihad 3008 :33), ialah :
Langkah Pertama, Experimental Production of Pilot Units.
Kelompok
tenaga pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi
tentang hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang
didasarkan atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat
menghasilkan data empiris untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil
dari langkah ini berupa teaching-leaming unit yang masih bersifat draft yang
siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini dirancang melalui
delapan kegiatan sebagai berikut :
1. Diagnosing needs,
yaitu tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan
serta kebutuhan-kebutnhan siswa dalam suatu proses pengajaran
2. Formulating Specific Objectives,
yaitu formulasi tujuan-tujuan khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang
dimmuskan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang
menjadi titik berat pada teaching leaming unit..
3. Selecting Content,
yaitu pemilihan isi (materi) berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan
harus mempertimbangkan tingkat validitas dan signifikannya.
4. Organizing Content,
yaitu Pengorganisasian materi dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal
serta minat siswa. Pengorganisasian isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari
mudah ke sulit.
5. Selecting Learning Experiences
(Avtivities) yaitu Pengalaman belajar
disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi pelajaran.
6. Evaluating,
yaitu evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh
siswa. Hasil evaluasi berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan
belajar, serta penilaian dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
7.
Checking
for Balance and Seguence
Setelah garis besar teaching leaming
dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek konsistensi antara semua bagian yang
berkenaan dengan keseimbangan dan urutan topik-topik yang telah tersusun atau
unsur-unsur dalam unit tersebut.
Langkah Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming
units yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di kelas-kelas
eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang
berbeda-beda gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil
uji coba menjadi masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
Langkah Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi
dan penyempumaan draft teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan
informasi yang terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan
pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang
digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli
kurikulum. Produk langkah ini berupa teaching leaming units yang telah teruji
di lapangan. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat
disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
Langkah Keempat, Developing a Framework
Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum dilakukan guna menjamin :
·
Apakah ide-ide dan konsep-konsep dasar
yang digunakan telah terakomodasi?
·
Apakah lingkup isi telah memadai?
·
Apakah isi telah tersusun berurutan
secara logis?
·
Apakah aktivitas pembelajarannya
memberikan peluang untuk pengembangan keterampilan mtelektual dan pemahaman
emosi secara kumulatif.
Langkah lima, Instalation and Desimination of The New Unit
Instalasi
dan desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan kurikulum hasil
pengembangan, sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan
kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum.
Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah.
3.
Model Oliva
Menggambarkan
bahwa kurikulum harus bersifat simpel, komprehensif dan sistematik. Menurut
Oliva tampak model pengembangan kurikulum terdiri dari 10 komponen, yaitu :
1.
Perumusan filosofis, sasaran, misi
serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya bersumber dari analisis
kebutuhan siswa, dan kebutuhan masyarakat
2.
Analisis kebutuhan masyarkat di mana
sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus
diberikan oleh sekolah.
3.
Tujuan umum dan khusus bagaimana mengorganisasikan
rancangan dan mengimplementasikan kurikulum
4.
Bagaimana menjabarkan atau perbedaan
antara tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran
5.
Menetapkan strategi pembelejaran untuk
mencapai tujuan
6.
Pengembangan kurikulum
7.
Mengimplementasikan strategi pembelajaran
8.
Pengembangan kurikulum kembali
9.
Menyempurnakan alat atau teknik
penilaian
10. Evaluasi
terhadap pembelajaran dan evalusi kurikulum
4.
D.
K. Wheerler
Dalam
bukunya yang cukup berpengaruh, curriculum process, Wheerler (1967) mempunyai
argemun tersendiri agar pengembangan kurikulum dapat menggunakan
prosesmelingkar yang mana setiap elment saling berhungan dan saling
bergantungan.
Langkah-langkah
pengmbangan kurikulum Wheerler adalah :
1. Selection of aims, goalds, and
objectives (selain maksud,tujuan dan sasarannya)
2. Selection of learning experiences
to help achieve these aims, goalds, and objectives
(seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapi maksud, tujuan dan sasaran
).
3. Selection of content through which
certain type of experiences may be offered (seleksi isi
melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan).
4. Organization and integration of
learning experiences and content with respect to the teaching learning prosess
(organisasi dan integrasi penglaman
belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar mengajar).
5. Evaluation of each phase and the
problems of goalds ( evaluasi setiap fase dan masalah
tujuan-tujuan).
Berikut merupakan model
pengembangan kurikulum versi Wheerler dalam bentuk lingkaran :

1. Aims,
goalds and objective 2.
Selection of learning experiences
3.Selection
of content 4.
Organixation and integration of
learning experience and content
5.Evaluation
Model Wheerler
5.
Audery dan Howard Nicholls
Dalam
bukunya developing kurikulum (1978), Audery dan Howard Nicholls dalam Idi (2010
: 165 ) mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mancakup elment-elment
kurikulum dengan jelas.
Terdapat
lima langkah yang diperlukan dalam proses pengembangan secara kontinu. Langkah-langkah
tersebut menurut Nicholls adalah :
1. Situational analysis (analisis
setuasi).
2. Selction of objectives (seleksi
tujuan).
3. Selection and organization of
content ( seleksi dan organisasi ini).
4. Selection and organization of
methods (selsksi dan oragnisasi mode).
5. Evaluations
(evaluasi).
Masuknya
fase analisis situasi merupakan suatu yang disengaja untuk pengembang kurikulum
untuk responsive terhadap lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak
didik.
Agar
lebih memahami model kurikulum yang dibuat Nicholls, kita bisa mengamati gambar
berikut :

Selection
of objectives Evaluation
analysis
Selection and
organization of content Evaluation
Selection and organization of method
Model
Nicholls
6.
Decker walker
Walker
berpendapat dalam (Idi 2010: 169) pengembagan kurikulum tidak mengikuti
pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elmen-elmen
kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum.
Untuk
lebih jelasnya mengenai model kurikulum versi Welker, bisa melihat gambar
berikut :



Belief theoris conceptions point
of view aim, objectives|
Deliberation
|
![]() |
|
Platform
|
(Apllying them to
prakticel situasiont
Arguing about,
accepting, refusing,
|
Curriculum Design
|
(Making dicisions about
then
various process
component)
Proses
Kurikulum Model Walker
Pada langkah pertama, Welker menyatakan
bentuk platform diorganisasikan oleh para pengembang kurikulum dan peryataan
tersebut berisi ide, refrensi, pendapat, keyakinan, nilai-nilai yang dimiliki
kurikulum.
Kemudian Walker berpendapat pengembangan
kurikulum tidak memulai tugas mereka dalam keadaan kosong. Ide, konsep, nilai,
dan hal-hal pengembangan kurrikulum guna untuk pengembangan kurikulum
mengidikasikan adanya kesukaan dan perlakuan sebagai dasar mengembangkan
kurikulum.
7. Malcolm
Skilbeck
Malcolm skilbeck menetapkan bahwa
kurikulum harus mendahulukan elmen kurikulum dan memulianya dengan suatu urutan
dari urutan yang telah ditentukan dan ditinjau oleh model rasional. Skilbeck
mendukung petunjuk tersebut dan menambahkan bahwa sangat penting bagi
developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Sumber-sumber tersebut
harus dilaksanakan. Untuk mudah memahami model yang ditawarkan Skilbeck dapat
dilihat pada gambar berikut :
![]() |
||||||||||
|
Situational
analysis
|
|
Goal formalition
|
|
Program Building
|
|
Interpretation
and
implementation
|
|
Monitoring,
feedbeck
Assessment
recondruction
|
Model
Skilbeck
Model di atas mengklaim bahwa agar
schoo-based-curirculum development dapat bekerja secara efektif. Lima langkah
diperlukan dalam kurikulum. Skilbeck berkat model diaplikasikan secara bersama
dalam pengembangan kurikulum, observasi dan penelian system kurikulum dan
aplikasi nilai dari model tersebut dari pilihan pertama.
Mengingat
susunan model ini secara logis termasuk kategori national by nature
namun Skilbeck menginginkan agar tidak terjemrumus pada pperangkap. Skilbeck
menginginkan bahwa pengembangan kurikulum perlu mendahulukan rencana mereka
dengan memulai dari salah satu langkah
dari langkah yang ada dan meneruskannya dalam bentuk berurutan. Selain itu ia
harus mampu mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut dalam
bersamaan.
8.
Emerging
Technical Models
Dalam
emerging technical models, ada tiga model yang lebih ditekankan dalam
perkembangan ini (Sukmadinata 2011:170), yaitu ;
a.
The
Behavioral Analisis Model
Pada model ini
menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku yang kompleks
diuraikan dengan perilaku-perilaku sederhana yang tersusun hierarkis.
b.
The
System Analisis Model
Langkah dalam
model kurikulum ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang
harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai
ketercapaian hasil-hasil belajar. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap
ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang dibutuhkan. Langkah keempat,
membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
c.
The
Computer- Based Model
Suatu model
pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembanan dimulai dengan mengidentifikasi
seluruh unit-unit kurikulm, tiap unit kurikulum memiliki rumusan tentang
hasil-hasil yang diharapkan.
2. Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan tujuan dilaksanakan
dimasing-masing satuan pendidikan, ( Jihad 2008 :103). KTSP merupakan njenjang
pendidikan dasar dan menengah menengah dikembangkan oleh kepala sekolah dan
komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta
panduan penyusunan kurikulum yang dibuat ileh BSNP dengan memperhaikan
prinsip-prinsip kurikulum, permendinas 2006 (dalam Mulyasa 2009 : 151). Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan menampilkan kekhasan atau
keunggulan masing-masing satuan pendidikan, sebelum menyusun KTSP satuan
pendidikan terlebih dahulu perlu melakukan kajian atau analisis tentang potensi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi baik pada saat ini
maupun masa datang. Hasil analisis ini akan menjadi acuan dalam pengembangan
visi, misi, strategi, dan program-program pembelajaran yang relevan dengan
kondisi, potensi dan kebutuhan peserta didik serta daerah sekitarnya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut, (Jihad 2008 :
107) dan Mulyasa (2009 : 151).
1. Berpusat
Pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan
Kepentingan Peserta Didik dan Lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran
berpusat pada peserta didik.
2. Beragam
dan Terpadu kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang
dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap
perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan
jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan
lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan
dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap
terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan
dengan Kebutuhan Kehidupan, Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin
relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh
dan Berkesinambungan, Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang
pendidikan.
6. Belajar
Sepanjang Hayat, Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan
yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang
antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan Daerah, Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah
untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan
nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
3.
Latarbelakang
Pentingnya Guru Mengembangkan Materi Ajar
Hal-hal yang melatarbelakangi pentingnya guru mengembangkan
materi ajar antara lain sebagai berikut.
1. Menurut Pusat Perbukuan Nasional,
rata-rata hanya 50% buku pelajaran memiliki kualitas yang memenuhi syarat untuk
digunakan di sekolah. Buku-buku yang selama ini beredar tercatat hanya
setengahnya yang memiliki kualitas. Buku haruslah berisi pengetahuan yang dapat
menambah wawasan siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu siswa dalam
menghadapi berbagai persoalan hidup, ketika sudah lulus nanti.
2.
Buku
pelajaran masih berisi kumpulan materi yang belum diolah secara berarti. Buku
yang beredar bersifat monoton dari waktu ke waktu tanpa ada perubahan. Padahal
buku yang baik tentu saja mengandung pengetahuan yang terus berkembang seiring
perjalanan waktu. Buku harus berisi jawaban atau setidaknya informasi tentang
hidup, baik secara umum maupun khusus.
3.
Dalam
buku yang selama ini beredar, terdapat beberapa faktor yang kurang
diperhatikan. Faktor itu dapat membantu kemenarikan, ketertaatan, kemudahan,
keberdayaan berpikir, dan kreativitas. Faktor kemenarikan sebuah buku belum
dikembangkan secara maksimal, sehingga buku terkesan monoton dan membosankan.
Demikian juga dengan faktor ketertaatan. Faktor ini dapat terlihat pada
buku-buku yang tidak mengikuti aturan, baik dari segi isi maupun format. Faktor
lain yang harus lebih dikembangkan adalah kemudahan. Artinya, isi buku haruslah
mudah dimengerti dan buku juga mudah untuk didapatkan. Salah satu faktor yang
menyebabkan buku sulit untuk dipahami adalah penggunaan bahasa yang kurang
baik. Faktor utama sekaligus sebagai tujuan dari sebuah buku adalah membangun
kebudayaan berpikir yang lebih baik. Diharapkan setelah membaca buku, pembaca
dalam hal ini siswa termotivasi dan terpacu untuk berpikir lebih kritis.
Diharapkan dari hal tersebut menyebabkan siswa menjadi kreatif dan inovatif.
4.
Langkah-Langkah
Mendisain Pelajaran Bahasa.
Seperti layaknya dalam menyampaikan sesuatu, maka perlu
dipersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang akan disampaikan. Hal ini sebagai
wujud persiapan yang diharapkan dapat mencapai hasil sesuai target. Terdapat
delapan langkah dalam mendisain pelajaran bahasa sebagai berikut.
1. Mendefinisikan
Konteks (Defining
The Context)
Pertama mendefinisikan konteks. Pada
langkah ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, pertama orang-orang atau
peserta didik yang akan belajar bahasa, misalnya siapa saja dan berapa jumlahnya.
Selain itu, juga harus memperhatikan waktu atau kapan disain itu akan
disampaikan. Perlu diperhatikan juga latar tempat yang akan digunakan. Faktor
yang tidak kalah penting adalah kemampuan yang dimiliki guru. Faktor terakhir
adalah proses pembelajaran itu sendiri dan institusi atau lembaganya.
2.
Mengartikulasikan Keyakinan (Articulating Beliefs)
Langkah kedua yang harus diperhatikan adalah faktor
keyakinan atau pemahaman tentang bahasa. Dalam hal ini meliputi pengertian
tentang bahasa itu sendiri, bagaimana belajar bahasa, bagaimana mengajarkan
bahasa, dan bahasa dalam konteks sosial.
3.
Menilai Kebutuhan (Assessing
Needs)
Langkah ketiga yaitu menilai kebutuhan. Dalam hal ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, tujuan analisis, untuk siapa analisis itu
dibuat, siapa yang menjadi target, bagaimana mengadministrasikan, bagaimana
prosedur untuk menganalisisnya, menilai kebutuhan dengan menggunakan atau
memanfaatkan informasi yang telah diperoleh.
4.
Merumuskan Tujuan dan Sasaran (Formulating
Goals and Objective)
Langkah keempat menentukan tujuan dan objek pembelajaran.
Perumusan tujuan pembelajaran menurut Richards menyangkut ketersediaan
fasilitas, pengajar, latar belakang pendidikan dan kompetensi pengajar,
penanggung jawab perubahan implementasi dan pengawasan program, waktu yang
tersedia, dan kekurangan-kekurangan program yang ada. Adapun tujuan dari
pembelajaran bahasa secara umum adalah mampu berkomunikasi secara efektif dan
efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai
dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara, serta memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan.
Sementara tujuan pembelajaran sastra secara umum adalah
menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa, serta menghargai dan membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia.
5.
Merancang Silabus
(Designing Syllabuses)
Langkah selanjutnya merancang silabus. Dalam bagian ini yang
perlu diperhatikan adalah konsep silabus, model kurikulum, jenis silabus, dan
perbedaan kurikulum dan silabus. Konsep kurikulum berarti hakikat atau
pengertian kurikulum. Saat ini kurikulum yang berlaku adalah kurikulum berbasis
kompetensi. Kurikulum ini dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan
keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakpastian, dan
kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.
Sedangkan model kurikulum terdiri dari model dualistik,
model saling mengunci, model konsentrik, dan model siklus. Jenis silabus
terdiri dari silabus gramatikal, silabus leksikal, silabus fungsional, silabus
situasional, silabus topical, silabus berbasis kompetensi, silabus
keterampilan, silabus tugas, silabus berbasis teks, dan silabus terintegrasi.
6.
Mengembangkan Bahan (Developing
Materials)
Langkah ini menitikberatkan pada pengembangan materi
pembelajaran. Materi pembelajaran perlu memperhatikan hakikat materi dengan
materi yang sudah dimodifikasi, mengevaluasi buku teks atau buku ajar,
mengadaptasi buku teks, dan menulis buku teks.
Buku ajar merupakan faktor penting dalam pembelajaran yang
efektif, maka buku-buku yang telah ada perlu dikaji dan diperbaiki. Hal ini
dimaksudkan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.
7.
Menentukan Metodologi (Determining
Methodology)
Langkah selanjutnya menentukan metode pembelajaran. Adapun
yang perlu diperhatikan dalam menyusun metode, adalah memahami arti penting
sebuah pendekatan atau metode, perlu memperhatikan metode pembelajaran bahasa,
mengetahui berbagai perkembangan metode sesuai dengan sistuasi dan kondisi,
berbagai perkembangan metode pengajaran berdasarkan refleksi guru, serta metode
pembelajaran secara efektif.
8.
Merancang Rencana Penilaian (
Designing an Assessment Plan)
Langkah terakhir merancang atau menyusun rencana
pembelajaran sesuai kebutuhan. Kebutuhan siswa dan kebutuhan lingkungan,
agar pelajaran lebih menarik. (Andri Wicaksono
http://andriew.blogspot.com/2011/02/1-model-model-pengembangan-kurikulum.html. (diakses
tanggal 26 april 2012)
5.
Hubungan Materi Pelajaran dengan Pembelajaran
yang Efektif.
Hubungan materi pelajaran dengan
pembelajaran yang efektif sangat terkait. Pembelajaran merupakan aktivitas
kompleks yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor penting dalam
pembelajaran adalah lembaga atau sekolah, guru, proses pembelajaran, dan
pembelajar.
Faktor pembelajar mencakup pemilihan
model pembelajaran, pengembangan mutu pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Sedangkan faktor proses pembelajaran meliputi; pertama, pemahaman siswa tentang
kegiatan belajar. Pada bagian ini berisi tentang tujuan dan ruang lingkup
materi. Kedua, pandangan siswa tentang belajar, baik kelompok maupun individu.
Ketiga, gaya belajar. Keempat, motivasi yang melatarbelakangi siswa dalam
belajar. Kelima, dukungan belajar belajar, baik berupa fasilitas maupun
balikan.
Faktor pemahaman siswa tentang
kegiatan belajar salah satunya berupa penguasan terhadap materi pelajaran.
Pemilihan materi pelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
·
Potensi
peserta didik.
·
Relevansi
dengan karkteristik daerah.
·
Tingkat
perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta
didik.
·
Kebermanfaatan
bagi peserta didik.
·
Struktur
kelimuan.
·
Aktualitas,
kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran.
·
Relevansi
dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan.
·
Alokasi
waktu.
Pembelajaran yang efektif merupakan
proses belajar mengajar yang antara rencana pembelajara sesuai dengan
pelaksanaan pembelajaran dan hasilnya memuaskan. Jadi, ada kesesuaian antara
rencana dengan kenyataan. Supaya proses belajar mengajar efektif, maka perlu
diperhatikan faktor-faktor pendukung proses belajar tersebut. Sehingga tampak
jelas bahwa materi pembelajaran yang baik akan menentukan efektivitas
pembelajaran itu sendiri. Semakin baik materi pembelajaran yang disampaikan,
maka semakin efektif pembelajaran itu.
Sedangkan
menurut Hutchinson (1987 : 107) dalam
bukunya English for Specific Purposes Mengemukakan bahwa prinsip aktual
dalam menuliskan materi, agar materi yang diajarkan sesuai dan pemebelajaran
menjadi efektif.
a.
Materi
menyediakan rangsangan untuk pembelajaran,
b.
Materi
membantu untuk mengorganisasi proses mengajar dan pembelajaran,
c.
Materi
menggabungkan sebuah tampilan bahasa yang alami dalam pembelajaran,
d.
Materi
menghasilkan pembelajaran yang alami,
e.
Materi
mempunyai fungsi yang sangat berguna dan
f.
Materi
mengandung model yang baik dan memiliki kegunaan dalam penerapan berbahasa.
6.
Konsep
Modul Dan Buku Teks, Perbedaan Dan Persamaannya
a.
Pengertian
Modul.
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang
berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang
secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai
dengan tingkat kompleksitasnya. Modul adalah bahan ajar yang disusun secara
sistematis dan menarik yang mencakup isi materi, metode, dan evaluasi yang
dapat digunakan secara mandiri. Dari sisi kebahasaannya, modul disusun secara
sederhana sesuai dengan level berpikir anak SMK atau input SMK (dapat juga
untuk level SMP, MTs, MA, SMA).
Modul digunakan secara mandiri, belajar sesuai dengan
kecepatan masing-masing indivisu secara efektif dan efisien. Modul juga
memiliki karakteristik “stand alone” yaitu modul dikembangkan tidak tergantung
pada media lain. Penyusunan modul
dirancang bersahabat dengan pemakai, membantu kemudahan pengguna untuk diakses
atau direspon. Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan
bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk
digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para
guru (Handayani Nuriah, 2008 : 1). Pembelajaran dengan sistem modul memiliki
karakteristik sebagai berikut;
b.
Pengertian
Buku Teks
Pengertian buku teks pelajaran adalah ”buku acuan wajib”
yang digunakan di sekolah, memuat materi pembelajaran yang diharapkan mampu
meningkatkan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis,
potensi fisik dan k Persoalannya sekarang, kata “dapat menggunakan” di dalam
Permen mengindikasikan bahwa Depdiknas tidak tegas dalam ‘memerintahkan’ para
guru untuk menyiapkan bahan ajar mereka sendiri, atau setidaknya, memperkaya
buku teks yang mereka pakai di kelas dengan buku-buku atau sumber-sumber yang
lain
(elmaghfirah .2009. http://www.duniasosiologi.co.cc/2009/03/pengertian-buku-teks.html).
Rumusan senada juga disampaikan oleh
A.J. Loveridge (terjemahan Hasan Amin) sebagai berikut. ”Buku teks adalah buku
sekolah yang memuat bahan yang telah diseleksi mengenai bidang studi tertentu,
dalam bentuk tertulis yang memenuhi syarat tertentu dalam kegiatan belajar mengajar, disusun secara
sistematis untuk diasimilasikan.”
Chambliss dan Calfee (1998)
menjelaskannya secara lebih rinci. Buku teks adalah alat bantu siswa untuk
memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca dan untuk memahami dunia (di luar
dirinya). Buku teks memiliki kekuatan yang luar biasa besar terhadap perubahan
otak siswa. Buku teks dapat mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai-nilai
tertentu.
Sementara itu Direktorat Pendidikan
Menengah Umum (2004: 3) menyebutkan bahwa buku teks atau buku pelajaran adalah
sekumpulan tulisan yang dibuat secara sistematis berisi tentang suatu materi
pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan
kurikulum yang berlaku. Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari
kompetensi yang harus dikuasai oleh pembacanya (dalam hal ini siswa).
Pusat Perbukuan (2006: 1)
menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku yang dijadikan pegangan siswa pada
jenjang tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan
bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku standar yang disusun oleh pakar
dalam bidangnya, biasa dilengkapi sarana pembelajaran (seperti pita rekaman),
dan digunakan sebagai penunjang program pembelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwa buku teks (buku pelajaran)
adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi
pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan
kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan
kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar
nasional pendidikan.( http://masnur-muslich.blogspot.com/2008/10/hakikat-dan-fungsi-buku-teks.html)
C.
Persamaan dan Perbedaan Buku Teks.
Pembelajaran dengan sistem modul
memiliki karakteristik sebagai berikut.
- setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
- modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
- pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
- materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
- setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan
melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik;
(2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban
dan (6) kunci jawaban. Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul,
sebagai berikut;
- Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
- Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
- Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
- Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
- Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
- Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.
Buku adalah
salah satu sumber bacaan, berfungsi sebagai sumber bahan ajar dalam bentuk
materi cetak (printed material). Secara umum buku dibedakan menjadi 4 jenis;
yaitu:
a.
Buku sumber yaitu buku yang biasa
dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya
berisi suatu kajian ilmu yang lengkap,
b.
Buku Bacaan, adalah buku yang hanya
berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya novel, cerita, legenda, dll,
c.
Buku Pegangan, yaitu buku yang bisa
dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melakukan proses pengajaran
d.
Buku bahan ajar, yaitu buku ynag
disusun, untuk proses pembelajaran, dan beisi bahan- bahan atau materi yang
diajarkan.
Buku pelajaran, adalah bahan atau materi pelajaran yang
dituangkan secara tertulis dalam bentuk buku yang digunakan sebagai bahan
pegangan belajar dan mengajar baik sebagai pegangan pokok maupun
pelengkap.Pembelajaran dengan sistem buku memiliki karakteristik sebagai
berikut Chedo Wardoyo (2010: 1).
a.
Setiap
buku dirancang untuk dipasarkan secara luas dan lebih transparan.
b.
Buku
tidak wajib atau harus memberikan latihan atau tugas dalam penerapannya.
c.
Tidak
ada rangkuman secara jelas tentang kemungkinan ketidakpahaman pembaca.
d.
Gaya
penulisan naratif tetapi tidak komunikatif dan isi yang disajikan sangat padat.
e.
Tidak
memiliki mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari pembaca. (Andri Wicaksono http://andriew.blogspot.com/2011/02/1-model-model-pengembangan-kurikulum.html. (diakses
tanggal 26 april 2012)
DAFTAR
PUSTAKA
Handayani, Nuriah.2008. Modular
Instruction. (Diunduh tanggal 26 April 2012, http://pesutcity.wordpress.com/2010/04/17/
Modular Instruction)
Hutchinson, Tom and Waters, Alan.
1987. English for Specific Purposes. Cambridge : Sydney.
Idi, Abdullah.2010. Pengembangan Kurikulum
: Teori dan Praktik. Jogjakarta : AR-Ruzz Media
Jihad,
Asep.2008. Pengembangan Kurikulum
Metematika. Bandung : Multi Presindo
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Suwandi, Sarwiji. 2006. Kurikulum dan
Pengembangan Materi Ajar (modul). Surakarta :
Elmaghfirah
.2009. http://www.duniasosiologi.co.cc/2009/03/pengertian-buku-teks.html(diakses tanggal
26 april 2012)
http://masnur-muslich.blogspot.com/2008/10/hakikat-dan-fungsi-buku-teks.html.
(diakses
tanggal 26 april 2012)
Andri Wicaksono
http://andriew.blogspot.com/2011/02/1-model-model-pengembangan-kurikulum.html. (diakses
tanggal 26 april 2012)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar